Profil Desa Marongsari
Ketahui informasi secara rinci Desa Marongsari mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Marongsari, Sapuran, Wonosobo. Mengupas perannya sebagai sentra salak pondoh dan inovasi UMKM olahan salak yang digerakkan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT), menjadi model ekonomi kreatif berbasis komoditas lokal.
-
Lumbung Salak Pondoh
Desa Marongsari merupakan salah satu pusat utama budidaya salak pondoh di Kecamatan Sapuran, di mana komoditas ini menjadi tulang punggung utama perekonomian dan identitas agraris masyarakat.
-
Inovasi Produk Turunan Berbasis UMKM
Masyarakat desa, khususnya melalui Kelompok Wanita Tani (KWT), secara kreatif mengembangkan industri rumahan untuk mengolah salak menjadi produk bernilai tambah seperti keripik salak, yang secara signifikan meningkatkan nilai ekonomi buah tersebut.
-
Model Pemberdayaan Perempuan
Desa ini menampilkan contoh nyata keberhasilan pemberdayaan ekonomi perempuan, di mana para ibu rumah tangga menjadi motor penggerak utama dalam inovasi produk, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan keluarga melalui UMKM.
Di hamparan agraris Kecamatan Sapuran, Desa Marongsari telah menuliskan kisah suksesnya sendiri. Bukan melalui monumen megah atau keajaiban alam, melainkan melalui aroma manis buah salak pondoh dan deru mesin penggorengan di dapur-dapur warganya. Desa ini merupakan contoh cemerlang bagaimana sebuah komoditas pertanian yang umum dapat diangkat derajatnya menjadi fondasi ekonomi kreatif yang tangguh. Marongsari tidak hanya berhenti pada panen dan jual, tetapi melangkah lebih jauh dengan inovasi, mengubah buah segar menjadi produk olahan bernilai tinggi. Inilah kisah tentang sebuah desa yang menemukan kekuatannya dalam kreativitas kolektif, dengan perempuan sebagai motor penggerak utamanya.
Salak Pondoh: Tulang Punggung Pertanian dan Identitas Desa
Berbicara tentang Desa Marongsari tidak akan bisa lepas dari salak pondoh. Hamparan kebun salak dengan daun-daunnya yang rimbun mendominasi lanskap desa, menjadi pemandangan sekaligus sumber kehidupan utama bagi mayoritas penduduk. Budidaya salak telah mendarah daging selama beberapa generasi, menjadikan warga Marongsari sebagai petani yang ahli dalam merawat dan menghasilkan buah salak berkualitas.Bagi ratusan kepala keluarga, siklus panen salak menentukan ritme ekonomi rumah tangga. Hasil penjualan buah segar ke pasar-pasar lokal maupun ke tengkulak yang datang dari luar daerah menjadi sumber pendapatan primer. Para petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani bekerja sama untuk menjaga kualitas produksi dan mencoba mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Salak pondoh bagi Marongsari bukan lagi sekadar tanaman, melainkan identitas agraris yang melekat erat dan menjadi kebanggaan komunal.
Inovasi di Dapur Warga: Lahirnya Industri Olahan Salak
Kecerdasan kolektif masyarakat Marongsari terlihat dari cara mereka menyikapi tantangan dalam agribisnis salak. Saat panen raya tiba, melimpahnya pasokan seringkali membuat harga jual buah segar anjlok. Begitu pula dengan buah salak yang ukurannya tidak masuk standar premium, yang sulit terjual dengan harga baik. Menghadapi masalah ini, lahirlah sebuah inovasi sederhana namun berdampak besar dari dapur-dapur warga: mengolah salak menjadi produk bernilai tambah.Produk olahan yang paling populer dan menjadi ikon UMKM Desa Marongsari ialah keripik salak. Dengan proses pengolahan yang tepat, buah salak yang manis diubah menjadi camilan renyah dan gurih yang memiliki masa simpan lebih lama dan harga jual lebih stabil. Inovasi ini secara efektif mengubah potensi kerugian (buah yang tidak terjual) menjadi sumber keuntungan baru. Selain keripik, beberapa warga juga mulai merintis produk turunan lain seperti dodol salak, sirup, hingga manisan. Industri rumahan ini menciptakan sebuah ekosistem ekonomi baru, membuka lapangan kerja dan membuktikan bahwa kreativitas merupakan kunci untuk meningkatkan nilai sebuah komoditas.
Data Wilayah dan Kondisi Demografis
Desa Marongsari terletak di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Secara geografis, wilayahnya berbatasan dengan beberapa desa tetangga; di sebelah utara, berbatasan dengan Desa Bogoran, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngadisalam dan Jolontoro, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Surojoyo, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Batursari.Luas wilayah Desa Marongsari tercatat 150,22 hektare. Dengan populasi penduduk mencapai 3.520 jiwa berdasarkan data terbaru per tahun 2025, desa ini memiliki tingkat kepadatan yang tinggi, yakni sekitar 2.343 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan ini mencerminkan pemanfaatan lahan yang sangat intensif, baik untuk pemukiman maupun untuk kebun-kebun salak yang menjadi andalan utama.
Kelompok Wanita Tani (KWT): Motor Penggerak Ekonomi Kreatif
Di balik kesuksesan industri olahan salak di Marongsari, terdapat peran sentral dari para perempuan yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT). KWT menjadi inkubator bagi lahirnya para wirausahawan perempuan di tingkat desa. Melalui kelompok inilah, para ibu rumah tangga saling berbagi resep, belajar teknik pengolahan yang higienis, dan bersama-sama memasarkan produk mereka.KWT bukan hanya sekadar kelompok arisan atau perkumpulan biasa, melainkan telah bertransformasi menjadi sebuah entitas bisnis yang produktif. Mereka menjadi bukti nyata bahwa pemberdayaan perempuan dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Seorang ketua KWT di desa tersebut pernah menyatakan, "Dulu kami hanya membantu suami di kebun, sekarang dari dapur pun kami bisa menghasilkan uang untuk biaya sekolah anak-anak. Keripik salak ini adalah bukti bahwa kami juga bisa mandiri." Keberadaan dan keberhasilan KWT di Marongsari menjadi kisah inspiratif tentang bagaimana perempuan dapat menjadi tulang punggung ekonomi kreatif di tingkat akar rumput.
Visi Pengembangan: Menuju Sentra Agribisnis Salak Terpadu
Melihat potensi yang ada, Desa Marongsari memiliki visi besar untuk menjadi "Sentra Agribisnis Salak Terpadu". Visi ini tidak hanya mencakup peningkatan produksi buah segar, tetapi juga pengembangan industri olahan yang lebih modern dan berdaya saing, serta penjajakan potensi agrowisata. Namun untuk mencapai visi tersebut, beberapa tantangan perlu diatasi. Persaingan produk olahan sejenis, standardisasi kemasan agar lebih menarik, serta akses ke pasar yang lebih luas (seperti toko oleh-oleh modern dan platform e-commerce) menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Strategi ke depan akan difokuskan pada penguatan kapasitas UMKM melalui pelatihan manajemen bisnis dan pemasaran digital. Selain itu, pembentukan sebuah merek kolektif atau brand "Oleh-Oleh Khas Marongsari" dapat meningkatkan daya tawar dan pengenalan produk di pasar. Pengembangan paket agrowisata singkat, di mana pengunjung dapat melihat kebun salak dan belajar membuat keripik salak langsung dari para perajin KWT, juga merupakan peluang menjanjikan yang dapat diintegrasikan ke dalam visi besar tersebut.Pada akhirnya, Desa Marongsari mengajarkan sebuah pelajaran penting: kemajuan tidak selalu datang dari proyek-proyek berskala raksasa. Ia bisa lahir dari hal-hal sederhana—dari manisnya buah salak dan semangat para perempuan di dapur mereka—yang ketika disatukan, mampu menjadi kekuatan ekonomi yang menggerakkan seluruh desa.